BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Selasa, 14 Februari 2012

HERAN


Matahari belum sepenuhnya muncul, embun pagi masih menghiasi rerumputan, jam pun menunjukan pukul 05.00. Dila langsung bergegas bangun dan pergi ke kamar mandi untuk mengambil wudhu dan kembali ke kamar untuk shalat. Ya setiap minggu pagi, Dila meluangkan waktunya untuk berolahraga. Dila berlari-lari kecil di komplek perumahan yang tak jauh dari rumahnya.
Nadila Az-zahra namanya, usianya baru genap 19 tahun. Gadis cantik blasteran Jawa-Arab ini biasa di panggil Dila. Ia suka sekali menulis cerpen dan membaca. Beberapa cerpen karyanya sudah dimuat dimajalah-majalah remaja. Dila juga sangat suka berolahraga, tak jarang ia meluangkan waktunya untuk berolahraga.
Dila terus berlari sambil menikmati suasana pagi yang begitu sejuk, sedang asyiknya ia berlari seorang pria menghampiri dirinya. Tiba-tiba saja Pria itu menanyakan bagaimana kabarnya, padahal Dila sama sekali tidak mengenal orang itu. Pria itu terus saja menanyakan tentang Dila sekarang, Dila pun hanya terdiam. Anehnya Pria itu langsung saja menceritakan saat-saat mereka sekolah dulu. Dila pun mulai tidak mengerti apa maksud Pria itu. “Memangnya kamu siapa?” tanya Dila. “Ha..Ha..Ha kamu tidak mengenal aku?” jawab Pria itu. “Mengapa kamu tertawa? Iya aku tidak kenal sama kamu!” ujar Dila sambil berusaha menghindar dari Pria itu. Usaha Dila untuk menghindar dari Pria itu pun gagal, Pria itu masih saja mengikutinya. Emosi Dila sepertinya mulai memuncak, ia semakin tak mengerti dengan Pria ini. Tak lama Pria itu pun memperkenalkan dirinya “Aku Nizam. Kamu benar-benar lupa sama aku” ujar pria itu. Entah mengapa saat Dila mendengar nama itu, ia tiba-tiba gugup “ya Tuhan, mengapa tiba-tiba tulang-tulang di sekujur tubuhku terasa bergemeretak, jantung ini berdegub lebih kencang dari biasanya. Ahh ada apa dengan ku?” ucapnya dalam hati.
Muhammad Nizam namanya, Nizam biasa ia disapa. Seorang pria tampan yang mengikuti Dila dari tadi, ternyata teman sekolah Dila waktu SMP. Nizam adalah sosok pria yang Dila kagumi waktu itu. Selain wajahnya yang tampan Nizam juga seorang anak yang cerdas.
Dila pun beristirahat sejenak, dengan meminum air mineral seharga 2500 rupiah. “Kamu beneran Nizam? Tanya Dila dengan heran. “Iya, aku Nizam masa kamu tidak percaya” jawab Nizam sambil tersenyum. Nizam pun mengajak Dila untuk makan bubur ayam. Tapi Dila masih saja merasa heran, karena Nizam sekarang tak seperti Nizam yang dulu ia kenal, kini Nizam terlihat lebih tinggi dan wajahnya pun semakin tampan. Cukup lama memang mereka tak bertemu. Sembari makan bubur mereka terus saja melanjutkan pembicaraannya. Mereka  menceritakan tentang kesibukan mereka masing-masing. Tapi lama-lama pembicaraan itu pun berubah menjadi pembahasan yang aneh. “Aku boleh minta nomor handphone kamu ga?” tanya Nizam. “mau nomor handphone aku? Wani Piro?” jawab Dila dengan candanya. “Ha..Ha..Ha. Kamu ini ga pernah berubah dari dulu!” ucap Nizam. Dila pun hanya tersenyum dan langsung memberikan nomor handphonenya.
Matahari pun sudah muncul sepenuhnya, Dila memutuskan untuk pulang kerumah. Sampai di rumah, Dila langsung membantu ibunya, merapihkan kamar, dan mandi. Menanti datangnya anak-anak ke rumah. Kini ia memiliki tugas baru, Dila akan mengajarkan anak-anak di sekitar rumahnya, walaupun hanya mengajarkan Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Matematika namun Dila cukup senang. Saat Dila sedang asyik mengajarkan anak-anak. Tiba-tiba  handphone yang berada di kamarnya berbunyi. Ternyata telepon dari Sukma temannya. Sukma ingin mengadakan kumpul hari ini bersama teman-teman yang lainnya. Jarum jam pun telah menunjuk keangka sebelas, anak-anak pun mulai pulang ke rumah mereka masing-masing. Dila pun beristirahat sejenak sebelum akhirnya ia pergi bertemu dengan teman-teman lamanya.
Pukul 12.30 pun tiba. Dila bersiap-siap, ia mengganti pakaiannya. Dan langsung berpamitan pada ibunya. Dila akan pergi kesalah satu mall di Tangerang, karena Dila akan bertemu teman-temanya di mall itu. Dila datang lebih awal dari teman-temannya yang lain. Untuk membuat dirinya tidak jenuh Dila pun memesan secangkir ice cappuccino. Saat Dila sedang meninum ice cappuccino, datanglah teman-temannya. Tapi kini lebih banyak dari biasanya. Ternyata Nizam ikut berkumpul hari itu. “Hey, tumben ikut kumpul?” tanya Dila pada Nizam. “Iya, kebetulankan lagi di Tangerang!” jawab Nizam. Nizam pun duduk di samping Dila. Mereka berbincang-bincang dengan seru bahkan sampai tertawa terbahak-bahak. Tapi kali ini Dila dan Nizam menjadi bahan ledekan “Cie..cie yang tadi pagi abis ketemu!” ucap Andi. “Siapa Ndi yang abis ketemu?” tanya Sukma. “Itu..tuh” jawab Andi sambil melirikan matanya pada Dila dan Nizam. Dila pun bersikap biasa saja, namun Nizam bersikap begitu aneh, ia tersipu malu karena ledekan dari teman-temannya. “Eh Zam, memangnya kamu itu kemana aja?” tanya Dila. Belum Nizam menjawab malah teman-temannya yang mendahului “Nizam kan sekolah penerbangan Dil di Bandung!” jawab Sukma. “Cie..cie kangen nih” ucap teman-teman Dila. Dila pun hanya tersenyum “Apa sih maksudnya?” ucap Dila yang tidak mengerti maksud teman-temannya. Akhirnya Nizam pun menjawab pertanyaan dari Dila “Aku, sekolah penerbangan Dil di Bandung, tapi sekarang aku lagi libur. Lusa aku sudah balik lagi” jawab Nizam. “ooh, gitu ya!” ujar Dila.
Waktu pun terus berputar, tak terasa mereka sudah lama berada di tempat ini. Mereka pun melanjutkan berjalan-jalan lagi. “Nonton yuk? Aku bayarin deh!” ucap Nizam. “Serius! dibayarin?” ucap Andi. “Iya, bener deh. Kapan lagi coba aku bayarin” ujar Nizam. “Boleh juga kalau mau bayarin” ucap Dila dan Duwi. Akhirnya mereka pun menonton film terbaru di XXI. “Eh, tapi aku duduknya dekat Dila ya? Ujar Nizam. “Iya deh, iya. Kasian udah bayarin” ujar Andi. Setelah hampir dua jam mereka berada dalam ruangan bersuhu dingin itu. Akhirnya mereka keluar. Namun mereka pun melanjutkan untuk makan malam bersama, hari ini memang Nizam yang membayarkan semuanya. Makanan pun sudah habis. Mereka pun memutuskan untuk pulang. Nizam ingin sekali mengantarkan Dila pulang “Dil, pulang bareng aku ya?” tanya Nizam. “Iya Dil, pulang bareng Nizam aja. Dari pada kamu pulang sendiri” ujar Sukma. Dila pun tak bisa menolak ajakan Nizam, karena teman-temannya memaksa Dila untuk pulang bareng Nizam. “Iya deh” jawab Dila sambil menganggukan kepalanya.
Sepanjang perjalanan Dila hanya bisa mengotak-atik handphonenya, entah kenapa Dila merasa gugup, tidak seperti tadi saat masih ada teman-temannya. Ia merasa seperti orang yang baru kenal dengan Nizam. Memang sejak dulu Dila sangat menyukai Nizam, sebenarnya Nizam pun sangat menyukai Dila tapi Nizam tak pernah berani untuk mengungkapkannya, sampai-sampai Dila tidak pernah mengetahui bahwa Nizam menyukainya. “Kamu kenapa diam aja?” tanya Nizam. “Hemh, ga apa-apa ko?” jawab Dila. Nizam pun kembali fokus pada jalanan dan mobil yang dikemudikannya. “Kamu maukan antar aku dulu?” tanya Nizam. “Kemana?” ucap Dila. “Ya, nanti juga tau” ujar Nizam. “Kamu, mau nyulik aku ya?” ucap Dila. “Ha..ha..ha Dila kamu ini ada-ada saja” jawab Nizam sambil tak henti-hentinya tertawa. Nizam pun terus mengemudikan mobilnya. “Dil, Dila” ujar Nizam. “Eh iya, kenapa?” ujar Dila kaget. “Dil, bapak kau pemulung ya?” ucap Nizam. Dila pun tiba-tiba bete saat itu. “Enak aja kamu” jawab Dila sewot. “Ish, ko kamu malah marah sih, aku kan mau ngegombal” ujar Nizam. Dila pun sangat malu sekali saat itu karena ia tidak tahu kalau Nizam mau menggombalinya “Oh, ha..ha..ha. kok kamu tahu?” jawab Dila yang masih saja tertawa. “Ah, udahlah ga seru!” jawab Nizam dengan bete. Dila merasa tidak enak pada Nizam. “Ih, ko malah ngambek sih, makanya kalau mau ngegombal bilang-bilang dulu” ucap Dila sambil membujuk Nizam agar tidak marah. Akhirnya mobil yang di kemudikan Nizam pun berhenti di suatu tempat. Dila cukup kaget saat ia sampai di tempat itu. “Kenapa ke sini?” tanya Dila heran, Nizam pun hanya terdiam tak menjawab pertanyaan Dila. Kafe yang terletak di pinggir danau ini memang sering Dila dan teman-temannya datangi. Tempatnya yang nyaman dan sejuk apalagi malam-malam. Entah apa maksud Nizam mengajak Dila ke tempat ini. “Kamu duduk di sini dulu ya!” ujar Nizam. Tidak lama Nizam pun datang dengan membawa kotak yang terbuat dari kardus berbentuk love dan ia berikan kepada Dila. Dila pun tidak mengerti maksud Nizam. “Apa ini?” tanya Dila. “Kamu liat aja nanti di rumah” jawab Nizam. Nizam dan Dila pun melanjutkan perbincangan mereka, mereka terliat asyik mengobrol namun Dila masih saja heran dengan sikap Nizam. Saat asyiknya mereka berbincang-bincang datanglah seorang pelayan kafe dengan membawa jus alpukat dan tape bakar. “Permisi, ini pesanannya” ucap pelayan itu sambil menaruh makanan dan minuman itu di meja. “Loh, aku kan ga pesen mas!” ucap Dila pada pelayan itu. Saat pelayan akan menjawab pertanyaan Dila. Nizam pun langsung berkata “Iya mas, makasih” kata Nizam. “Ini punya kamu?” tanya Dila. “Ya, punya kita lah” jawab Nizam. “Tapi kan aku ga mesan!” Ujar Dila. “Yaudah Makan aja sih” ucap Nizam. Dila pun semakin bingung karena Nizam memesan jus alpukat dan tape bakar kesukaan Dila. “Kenapa kamu mesan ini?” tanya Dila heran. “Inikan kesukaan kamu!” jawab Nizam sambil memancarkan senyum di wajahnya. Dila Tak mengerti maksud semua ini. Akhirnya Dila mengajak Nizam untuk pulang.
Tak perlu kau kirim bunga
'tuk buktikan cinta
 Tak perlu puisi indah      
Agar ku bahagia...
Suara dering handphone itu sangat mengganggu Dila, karena ia sudah sangat mengantuk. “Aah, siapa sih ini malam-malam SMS!” ucap Dila sewot. Saat ia membuka handphonenya ternyata SMS dari Nizam.
Kuminta rembulan menemani tidurmu
Kumohon pada bintang menjaga istirahatmu
Selamat tidur. Semoga esok hari kau bangun dengan semangat baru
Sender:
Nizam
0878878xxxx
Sent:
23:24
01/01/2012
SMS dari Nizam membuat Dila tersenyum sendiri...
            “Dil..dila bangun. Nanti kamu telat!” suara ibu membangunkan Dila sambil mengetuk kamarnya. “Iya bu” jawab Dila yang masih mengantuk. Saat ia membuka matanya, langsung ia lihat handphone yang tergeletak di sampingnya. Ia tercengang kaget saat ia membaca pesan di ponselnya. Ia pun segera mandi dan bersiap-siap untuk berangkat ke kampus. Saat ia membuka pintu sudah ada mobil yang terparkir di depan rumah.  “Dil, hayu naik!” ucap Nizam yang berada dalam mobil. “Kamu sudah menunggu dari tadi ya?” tanya Dila. “Ga kok. “ jawab Nizam singkat. Percakapan pun terjadi selama perjalanan menuju kampus. “Kamu udah sarapan?” tanya Nizam. “Belum” jawab Dila singkat. “Kita sarapan dulu ya?” ucap Nizam sambil memarkirkan mobilnya di depan tukang bubur...
            Langit pun begitu bersinar siang ini. Dila bersiap-siap untuk pulang. Kali ini Nizam sudah menunggunya di depan kampus. Ternyata Dila sudah berjanji pada Nizam kalau ia akan mengantarkan Nizam untuk membeli perlengkapan sebelum ia ke Bandung. “Kamu ga apa-apakan Dil kalau antar aku dulu?” tanya Nizam. “Iya, nyantai ajalah” jawab Dila. “Besok sehabis shalat shubuh aku berangkat ke Bandung!” ujar Nizam. “ooh, yah aku ga di antar jemput lagi dong?” ucap Dila sambil menggoda Nizam. “he..he..he iya lah. Tapi aku selalu mengantarkan kamu ko menuju hatiku” ucap Nizam. Dila pun hanya tertawa saat mendengar perkataan Nizam. Selesai berbelanja Nizam pun mengantarkan Dila pulang...
Walau aku jauh memandang dirimu, bahkan tak tampak dirimu dengan jelas disana. Namun slalu dekat dihatiku, memang engkau tak pernah hadir dihadapku tapi engkau slalu dipikiranku setiap aku berpikir.
Sender:
Nizam
0878878xxxx
Sent:
            20:32
            02/ 01/ 2012
            Dila semakin heran dengan sikap Nizam sekarang. Nizam selalu mengirimkannya pesan-pesan singkat yang berisi tentang cinta atau perhatian. Walaupun Nizam jauh namun Dila merasa perhatian Nizam begitu tulus. Ini membuat Dila Heran karena Nizam tak seperti dulu yang cuek padanya. Nizam yang sekarang begitu perhatian padanya.

Senin, 13 Februari 2012

IMPIAN SEORANG TUKANG SAPU

Matahari terlihat begitu bersinar. Cahayanya begitu terang menyinari bumi. Tentulah membuat semangat orang-orang. Srek..Srek.. suara gesekan sapu lidi di jalan beraspal. Ya pria yang bernama lengkap Andi Setiawan. Andi begitu pria ini disapa. Ia begitu semangat menyapu jalan-jalan. Ia bekerja sebagai tukang sapu jalanan di daerah Kota Tangerang. Sudah sekitar dua tahun Ia bekerja sebagai tukang sapu. Ia bekerja untuk membantu Ibunya dan membantu membiayai sekolah adiknya.
” Ndi, kamu ga malu kerja sebagai Tukang sapu?” Tanya ibu. “ Kenapa harus malu bu, aku kan bekerja halal. Bukan mencuri.” jawab Andi. “ tapi kan kamu masih muda ndi. Ibu takut saja kalau kamu malu ” ujar Ibu. “ sudah Ibu ga usah khawatir ” ucap Andi. Sebenarnya Andi ingin sekali merasakan kuliah. Ia ingin mengejar cita-citanya. Ia pun terus mengumpulkan uang dari gaji yang Ia peroleh.. “ Ya..Tuhan aku ingin sekali bisa kuliah. Aku ingin cita-citaku tercapai ” Doa yang selalu Andi panjatkan sehabis Ia melaksanakan Shalat. Andi sangat rajin sekali bekerja. Bosnya pun sangat senang dengannya.
Matahari begitu terik, setelah selesai menyapu Jalanan, Andi pun harus ke Kantor karena Pak Ruli bos Andi sudah menelponnya. Andi terkadang di suruh oleh Pak Ruli membereskan ruangannya atau Pak Ruli menyuruh Andi untuk membelikan sesuatu. “ndi, tolong kamu belikan obat, ini resepnya?” suruh Pak Ruli. Andi pun langsung menerima pekerjaan itu, tanpa basa-basi Ia langsung pergi meninggalkan kantor.. “ini pak Obatnya” ucap Andi. “ya letakan di meja”Ujar Pak Ruli. Andi segera menaruh obat itu di Meja Pak Ruli dan segera meninggalkan ruangan itu.” Eh ndi, sini dulu” panggil Pak Ruli. Andi segera menghampiri Pak Ruli.”ini, buat kamu!” ucap Pak Ruli sambil memberikan Uang pada Andi. “Makasih pak” jawab Andi dengan senang hati menerima Uang itu.
Malam semakin larut, Andi belum bisa memejamkan matanya. Ia pun menghitung uang yang sudah Ia kumpulkan. “alhamdulillah, uangnya sudah terkumpul cukup banyak” Ucap Andi. “Kamu belum tidur ndi?” tanya Ibu. “aku belum ngantuk bu.” Jawab Andi sambil merapihkan uangnya. “ Uang itu mau kamu apakan ndi?” ucap Ibu. Andi pun sangat kebingungan menjawab pertanyaan Ibu “aku mau kuliah bu”. “oh, bagus kalo begitu, memang uang yang kamu kumpulkan sudah bisa untuk bayar kuliah, maafkan Ibu tidak bisa membantu ndi!” ujar Ibu. “aku tidak tahu bu, cukup atau tidak! Besok aku akan tanyakan pada temanku. Ibu tidak usah khawatir” ujar Andi. “ya sudah. Kamu tidur sudah malam” ucap Ibu.
Hari pun telah berganti. Srek..Srek.. Suara itu pun kembali menghiasi jalanan aspal. Andi mulai kembali melakukan aktifitasnya. Jalanan pun sudah bersih. Andi pun pergi ke kantor seperti biasa sehabis menyapu Ia harus absen. Sampailah di kantor. Terjadi perbincangan antara Andi dengan salah satu staf kantor. Ia menanyakan biaya masuk kuliah. Ternyata uang yang sudah Andi kumpulkan sudah cukup untuk biaya pendaftaran. “Kalau kamu mau kuliah, bilang aja sama bos nanti di bantu” ucap Ade salah satu staf kantor. Andi sangat senang mendengar ucapan Ade.
Andi kembali pulang ke rumah. “Assalamualaikum, Ibu.. bu!” Andi memanggil Ibunya. “Waalaikum salam, ada apa ndi, kamu baru pulang sudah teriak-teriak?” tanya Ibu heran. “hehe, maaf bu. Ibu ternyata tabungan aku sudah cukup untuk biaya masuk kuliah!” ucap Andi. “Alhamdulillah, syukurlah ndi” jawab Ibu. “katanya sih kalau aku ngomong sama bos, insya Allah dibantu bu, tapi aku belum bertemu dengan bos tadi!” ujar Andi. “Yasudah, besok kamu temui bos saja. Atau nanti sore kau temui beliau. Bukankah nanti sore kamu ada pertemuan?” ujar Ibu. “oh iya. Baiklah aku akan bicarakan nanti sama bos!” ucap Andi dengan senangnya. Andi pun beristirahat sejenak melepas lelah.
Sinar matahari tenggelam ke dasar samudera, tanda senja berganti gulita. Andi pun pergi ke rumah Bosnya. seperti biasanya setiap dua hari sekali sering diadakan kumpul seluruh pegawai di rumah bosnya. di saat teman-teman Andi belum datang, Andi pun langsung membicarakan niatnya pada pak Ruli.“Pak saya, mau minta Izin. Saya mau kerja sambil kuliah!” ucap Andi pada Bosnya. “bagus itu. Saya dukung kamu, kamu mau kuliah dimana?” jawab Bos Andi. “belum tau pak, masih bingung” ujar Andi. Terjadi pembicaraan yang cukup panjang antara Andi dengan Bosnya. Bos Andi sangat mendukung sekali niat Andi, ternyata dulu banyak karyawan yang bekerja sambil kuliah. Bahkan sebagian ada yang sudah diangkat sebagai pegawai Negeri. Saat teman-teman Andi datang, mereka pun menghentikan sejenak pembicaraannya.
Hari terus berganti, kini Andi pun mulai membagi waktunya antara bekerja dan kuliah. Ia kuliah di salah satu Universitas Swasta di Kota Tangerang mengambil jurusan Ilmu sosial dan politik. Andi ingin sekali menjadi seorang PNS. Karena jurusan ini sangat di jamin oleh pemerintah Kota Tangerang, hampir sebagian pemerintah Kota Tangerang kuliah di Universitas ini.
Andi pun sangat di sibukan dengan kuliahnya, namun Ia tidak pernah melupakan tugasnya sebagai tukang sapu. Ia tetap melakukan kegiatan itu di pagi hari. Andi terus berusaha dan berdoa. Walaupun banyak teman-teman yang mencibirnya. Mereka menganggap bahwa tukang sapu tidak bisa sukses, mereka mencap bahwa Andi tak pantas untuk kuliah. namun Andi tidak pernah menghiraukan itu semua. Ia malah semakin semangat dengan cibiran itu. IPKnya pun selalu diatas tiga.
“Ndi, dimana kamu? Bisa ke Kantor sekarang?” ucap pak ruli melalui telepon. “saya di rumah pak, baru saja sampai. Baik saya ke sana” jawab Andi. Andi pun langsung bergegas menuju kantor.. Sampailah ia di kantor. Pak Ruli pun langsung memberi Ia kerjaan. Tapi kali ini Andi di beri kerjaan untuk mengetik beberapa dokumen. Namun disela kebahagiaannya, ternyata ada beberapa orang yang tidak menyukai Andi. Mereka menganggap kedekatan Andi dengan bosnya ada maksud lain, mereka menganggap bahwa Andi memanfaatkan kedekatan itu. Padahal itu tidak sama sekali terlintas dipikiran Andi. Kini orang yang tidak menyukai Andi pun mulai menjauh darinya. Namun Ia tetap bersikap seperti biasanya. Lagi-lagi Ia tidak menghiraukan hal itu.
Andi pun kini berada di kampus, baru tiba Ia di kampus, Ia pun langsung di panggil oleh Rektor. Tentulah hal ini membuat Ia dag..dig..dug. ternyata ini kabar baik, Ia mendapat beasiswa di kampusnya. Jadi Ia tak usah repot-repot memikirkan biayanya.setelah mendengar kabar ini Andi pun langsung membeti kabar pada Ibunya dan Bosnya. tentulah Pak Ruli semakin bangga pada Andi.
Semakin lama teman-teman Andi pun semakin syirik padanya, namun Andi bisa membuktikan semua pada teman-teman yang menganggap dia lemah dan tak mampu. Andi telah menyelesaikan kuliahnya lebih awal. Andi sekarang semakin di andalakan di kantor bukan hanya oleh pak Ruli namun oleh staf-staf kantor. Rasanya Andi semakin dekat untuk menggapai impiannya. Bahkan Pak Ruli sudah memberi harapan yang pasti kepada Andi. Namun tetap Andi harus terus berdoa dan berusaha.
Srek..Srek.Srek.. Suara itu mengiri indahnya pagi. Menemani hari-hari yang penuh dengan suka cita. “Kak..kak Andi” terdengar suara dari kejauhan. Ternyata suara itu adalah suara Tini adik Andi. “ada apa de, tumben kamu kemari?” tanya Andi. “Ibu kak,, ibu sakitnya semakin parah” jawab Tini panik. Andi dan Tini pun langsung pulang ke rumahnya. Andi langsung membawa Ibunya ke rumah sakit yang tidak jauh dari rumah. ibu memang sudah lama sakit namun tak pernah Ia rasakan, Ia selalu menyembunyikan sakitnya dari anak-anaknya. Andi sangat sedih karena Ibunya terbaring lemah di rumah sakit dan pada hari yang sama itu. Ia harus mengikuti test CPNS, sepertinya Andi akan menunda untuk menjadi PNS karena Ia harus menemani Ibunya yang sedang sakit. Karena Tini sedang ada Ujian sehingga Ia tidak bisa menggantikan Andi menjaga Ibunya. “bukannya kamu hari ini test ya ndi?” tanya Ibu dengan lemahnya. “ia bu, sudahlah tidak apa-apa, ibu tidak usah memikirkan hal itu” jawab Andi. Tidak beberapa lama datanglah rekan-rekan Andi serta Pak Ruli menjenguk Ibu Andi di rumah sakit. Saat melihat pak Ruli yang datang Andi pun segera meminta maaf pada pak Ruli. “Pak maafkan saya, saya tidak bisa ikut test sekarang?” Ucap Andi. Pak Ruli pun tersenyum sambil berkata” ya sudah tidak apa-apa, nanti kalau ibumu sudah sembuh langsung temui saya di kantor”. 
Ibu pun sudah pulih kembali, kesehatannya mulai membaik. Dokter pun mengijinkan Ibu untuk pulang.”Ndi kamu tidak menemui pak Ruli?” tanya Ibu. “Ia, bu mungkin nanti sore!” jawab Andi. Waktu pun terus berputar Andi berangkat menuju rumah Pak Ruli. “Assalamualaikum” Ucap Andi. “Waalaikumsalam” terdengar suara dari dalam rumah. keluarlah Pak Ruli dari rumahnya “eh kamu ndi. Gimana ibumu sudah membaik?” tanya Pak Ruli. “alhamdulillah, sudah pak” jawab Andi. Mereka pun berbincang-bincang cukup lama. Terkadang terselip tawa diantara perbincangan mereka.
Andi pun harus menunda impiannya menjadi seorang PNS, walaupun kini ia naik jabatan menjadi staf kantor namun masih honorer. Ia akan terus berusaha untuk menjadi seorang PNS.

BAU NAMUN NIKMAT

“Ka... Raka...” terdengar suara Ibu memanggil-manggil. “ia, Bu!” jawab Raka sambil berlari menghampiri Ibunya “bawa kesini pakaian yang akan kamu bawa nanti! Biar Ibu rapihkan” ucap Ibu. “ia Bu..” Raka pun kembali ke kamarnya untuk mengambil pakaian. Hari ini Raka, Ibu, dan Ayah Raka akan mengunjungi rumah saudaranya yang berada di luar kota.
Muhamad Razka namanya, namun Ibu dan Ayahnya memanggilnya Raka. Katanya sih biar ga ribet. Raka ini anak sulung dari Pak Dudi dan Ibu Eti dan Kini usianya baru enam tahun. Ia senang sekali bermain game....
Mobil melaju masuk gerbang tol menuju luar kota... Setelah keluar dari jalan tol.  mobil pun mulai melewati Jalan berliku, bukit-bukit yang hijau sungguh sangat Raka nikmati. “Waah, di Jakarta ga da yang kaya gini ya Bu?” tanya Raka pada Ibunya. “ia, apalagi nanti kalau kita sudah sampai di rumah mang Rudi  kamu pasti suka deh!” jawab Ibu. Mobil yang dikemudikan Ayah pun berhenti sejenak di Rumah makan yang terletak di pinggir jalan. “kenapa berhenti yah?”tanya Raka dengan heran. “kita makan dulu, di sini makanannya enak loh!” ujar ayah. Dengan rasa penasaran Raka segera turun dari mobil dan memasuki Restoran itu. Raka sangat heran saat iya melihat ke dalam tempat itu, saat Ayah iba-tiba mengambil piring yang tersusun “Bu ko ayah ngambil sendiri?” tanya Raka dengan penasaran. “ia, sayang memang di sini aturannya seperti ini, kita ngambil sendiri nanti di ujung meja sana bayarnya. Ini namanya perasmanan” jawab Ibu dengan senyumannya. “oh, gitu ya Bu” Raka pun bergegas mengambil piring. Ia mengambil sedikit-sedikit semua makanan yang tersaji. Saat sampai di bale, Ayah pun tertawa memperhatikan makanan yang di pilih oleh Raka. “kenapa yah? Ko tertawa?” Raka sangat heran kepada Ayahnya. “gak apa-apa ka, memangnya kamu suka Jengkol?” jawab Ayah masih tertawa. “jengkol itu apa yah? Yang mana?” tanya ia sambil menyodorkan makanannya. “itu yang bulat-bulat gepeng di kecapin, kamu coba saja enak ko!” jawab Ayah. Raka pun langsung melahap semua makanannya “jengkol enak ko yah” ucap Raka sambil terus melanjutkan makan.
Perjalananpun di lanjutkan...”bau, apa sih ini?” ucap Raka. Ia pun sangat terganggu dengan bau itu. “ haah..haah” ia pun mencium bau mulutnya, “Ibu ko mulut aku bau ya?” tanya Raka pada ibunya. “masa sih, bau apa ?” jawab Ibu yang langsung memperhatikan Raka. “gak tau bu.”Raka pun gelisah karena bau yang keluar dari mulutnya. Ayah pun langsung menjelaskannya pada Raka “Tadi kan kamu habis makan jengkol ka, jadi bau mulutnya bahkan nanti kalau kamu pipis pun akan bau jengkol” jelas Ayah. “masa habis makan jengkol bau sih, emang kenapa ko jengkol itu bau yah?” tanya Raka. Ayah pun menjelaskan kembali kepada Raka “ jadi, Penyebab bau itu sebenarnya adalah asam-asam amino dan gas H2s yang terkenal sangat bau terkandung di dalam biji jengkol, tapi jengkol juga kaya vitamin loh!” jelas Ayah sambil terus mengemudikan mobilnya. Raka pun sangat kesal dengan bau mulutnya itu. Akhirnya Ibu memberinya permen agar bau di mulutnya sedikit hilang.
“Wah kita sudah mau sampai!” ucap Ayah berteriak. “aah, ayah ini mengagetkan kami saja” ujar Ibu sambil mengelus-elus dadanya. Kini mereka berada di daerah Cikuda- Sumedang, Jawa Barat. Mereka pun sampai di rumah Mang Rudi, ia adalah paman dari Raka atau adik dari Ayah Raka. “assalamualaikum” ucap Raka, Ayah, dan Ibu serempak. “waalaikumsalam” jawab seorang anak kecil dan segera berteriak memanggil ayahnya di dalam rumah “ Ayah ada Uwa sama a’Raka”. Ya ternyata yang membukakan pintu adalah Faiz anak mang Rudi yang berusia tujuh tahun. Mereka berpelukan melepas rindu. “hayo masuk a” Mang Rudi pun mempersilahkan keluarga Pak Dudi untuk masuk.
Pak Dudi sedang asyik berbincang-bincang dengan Mang Rudi dan Ibu sedang membantu Bi Ela memasak di dapur, sedangkan Raka sangat asyik bermain dengan Faiz. Faiz mengajak Raka ke kandang kambing yang terletak di belakang rumah. Raka sangat senang sekali karena ia tidak pernah melihat ini di Jakarta. Mereka memberi makan kambing-kambing...”hayu a’ urang uwih?” ajak Faiz.”ahh Faiz kamu ini ngomong apa sih, aku ga ngerti!” jawab Raka. Memang Faiz kurang lancar menggunakan Bahasa Indonesia, mungkin karena Bahasa yang digunakannya sehari-hari adalah Bahasa Sunda. Mereka pun kembali ke rumah, saat sampai di rumah Raka pun mendengar suara KRIK..KRIK... “suara apa itu?” tanya Raka, “oh, itu suara Tongeret a’ ” jawab Faiz. “Tongeret itu apa sih?” Raka pun masih sangat bingung. Ayah segera memberi penjelasan pada Raka “ Tongeret itu sejenis kumbang, yang biasa ada di pohon-pohon besar ka” Jelas Ayah. “aku mau lihat yah, gimana caranya?” ujar Raka yang masih penasaran. “ya mana bisa liatnya susah atuh!” jawab Faiz sambil tertawa. “ayo..ayo kita makan dulu” ucap Bi Ela dengan membawa mangkuk yang berisi sayur. Mereka pun segera duduk di atas tikar yang sudah tergelar. “apa ini?” tanya Raka. “ini itu jengkol ka!” jawab Faiz. “yang membuat mulut bau itu ya? Ah aku ga mau!” ucap Raka yang sepertinya masih kesal. “iya, tapi enakko, mantap! Apalagi di cocol sambel, emmmhh” Faiz pun merayu Raka. “ ia sih enak tapi kan bau” ujar Raka. “ya, sehabis makan kamu minumnya teh pait atau makan timun nanti ga bau deh” Faiz pun memberi penjelasan pada Raka. Akhirnya Raka memakan Jengkol dan mengikuti saran yang di berikan oleh Faiz. Karena hari sudah malam mereka pun beristirahat dan tertidur, malam itu Raka merasa sangat kedinginan walaupun ia sudah memakai selimut yang sangat tebal.
Hari ini Faiz mengajak Raka bermain ke kebun yang berada tidak jauh dari rumah. banyak hal-hal yang aneh di temui oleh Raka mungkin karena ia tidak pernah melihat itu semua di rumahnya. Faiz memperkenalkan Raka pada teman-temannya. Seperti biasa Faiz dan teman-temannya selalu bermain di kebun atau bermain bola. Tapi kali ini mereka akan membantu ali mengambil buah cecendet. Raka pun sangat bersemangat. Selesai mengambil cecendet mereka pun bermain ucing sumput atau bisa di bilang petak umpet, Raka pun sangat senang, sesekali mereka berganti permainan seperti bermain gatrik dan enggrang. Raka sangat kesulitan saat bermain enggrang dan gatrik karena ia tidak mengerti permainan ini.
Matahari pun semakin terik namun angin tetap sejuk. Faiz mengajak Raka untuk pulang ke rumah karena perutnya sudah lapar. “urang uwih heulanya?”Faiz pun berpamitan pada teman-temannya... Raka mengambil gamenya yang ia taruh di dalam tasnya. Raka pun menawarkan Faiz bermain game bersamanya, namun Faiz hanya memperhatikan Raka saja, karena ia tidak pernah bermain game seperti ini. “saya mah ga ngerti maennya juga!” ucap Faiz, “sini aku ajari!” Raka pun memberi tahu bagaimana cara bermain game d PSP itu. Lama-kelamaan Faiz pun mulai mengerti dan ia terus mencobanya. Ibu Faiz pun datang dengan membawa Nasi yang di taruh di bakul. Mereka pun segera mencuci tangan dan lalu makan-makanan yang baru Ibu Faiz siapkan.. Makanan pun telah habis kini saatnya mereka tidur siang..
“Faiz..Faiz.. urang ngaji yuk” terdengar suara yang memanggil Faiz di depan rumah. ya, ternyata mereka teman-teman Faiz yang mengajak Faiz mengaji. Ternyata Faiz sudah bersiap-siap berangkat bersama teman-temannya. Raka pun mendengar suara itu, ia terbangun dari tidurnya dan ingin ikut mengaji bersama Faiz dan teman-temannya, karena Raka harus mandi dan mengganti pakaiannya. Mereka pun menunggu Raka dahulu. Akhirnya mereka pun pergi mengaji. Untuk sampai di rumah Pak Ustad mereka harus melewati sawah-sawah dan perkebunan. Sampailah mereka di rumah Pak Ustad. Ternyata sudah banyak teman-teman lainnya yang sudah berada di sana. “Saha eta iz?” tanya Pak Ustad. “eta Raka Abi, anakna Uwa Dudi” ucap Faiz. “oh, mana Ayah kamu?” tanya Pak Ustad kepada Raka. Raka pun menjawab dengan sedikit malu-malu “ada di rumah mang Rudi pak ustad”. Ngaji pun telah selesai mereka berpamitan pada Pak Ustad. Pak Ustad menitipkan pesan pada Raka “ Salam untuk Ayahmu ya, bilang suruh main kerumah Abi”, Raka Pun hanya Tersenyum.
Mereka pun kembali menyusuri kebun-kebun dan jalan setapak di tengah sawah. Saat melewati Kebun Raka sangat terkejut dengan Pohon yang buahnya menurutnya bagus, berkumpul seperti anggur. “a’ Pohon Apa itu?” Raka pun menanyakan pada Ace teman Faiz. Ace pun menjelaskannya pada Raka “itu pohon Jengkol Rak!” jelas Ace. “jengkol yang bau itu? Oh seperti itu pohonnya bagus ya, aku jadi tau sekarang pohon jengkol”, “Iya” jawab Ace. Raka pun sudah tidak penasaran lagi tentang jengkol kini dia sudah mengetahui banyak tentang jengkol dari pohonnya hingga manfaatnya bahkan ia pun sudah mulai tau bagaimana cara menghilangkan bau mulut sehabis makan jengkol. Di tengah Perjalanan Raka pun mendengar suara Krik,,krik.. di atas pohon besar. “itu suara tongerit ya iz” tanya raka tentang suara itu. “hahahaha Raka-Raka” teman-teman Faiz pun menertawakannya, Raka hanya terdiam menahan malu. Ace pun menjelaskan lagi kepada Raka memang Ace yang paling besar di antara teman-teman Faiz yang lain. “Raka itu bukan Tongerit tapi Tongeret, binatang itu selalu ada di pohon-pohon besar” ucap Ace yang menjelaskan pada Raka. “Oooh, aku salah ucap, makanya mereka menertawakanku”Ujar Raka sambil menahan malu. Mereka berlari-lari di jalan setapak tengah sawah, namun sungguh kasihannya Raka maksud ia ingin mengejar Ami yang berlari paling depan Ia malah terpeleset kedalam sawah, ia pun pulang dengan baju yang sangat kotor dan penuh lumpur.

PERJUANGAN PENGRAJIN KULIT

Mentari bersinar di sela dua bukit cahayanya merambat, menjamah segala yang di lewatinya dan Kabut masih menutupi pandangan saya. Nama saya Dadang, saya tinggal di daerah Tarogong-Garut. Saya ayah dari dua orang anak dan satu istri. Dila adalah putri pertama saya dan Dani putra kedua saya. Istri saya bernama Laila...
Dila dan dani kini masih sekolah, mereka  pandai dan sangat mengerti keadaan orang tuanya, bahkan sering dapat peringkat di kelasnya. Perbedaan umur mereka yang tidak jauh terkadang membuat mereka bertengkar... Istri saya merupakan ibu rumah tangga yang sempurna, ia juga membantu untuk menambah pemasukan dikeluarga, ia bekerja di usaha pembuatan dodol milik kakaknya. Dan saya hanya seorang buruh.
Saya bekerja di usaha rumahan milik tetangga. Yang memproduksi kerajinan yang berasal dari kulit Sapi, Kerbau, dan Domba. Setelah diolah Kulit-kulit itu biasa di buat jacket, sepatu, dan hiasan dinding. Saya bekerja sejak tahun 1997 dengan upah yang pas-pasan. Untunglah saya mempunyai istri yang sangat mengerti keadaan hidup kami. Setelah sekian lama bekerja saya pun mulai mengerti tentang cara membuat kerajinan dari kulit-kulit tersebut bahkan saya sudah  mampu menerima pesanan di rumah.  
Hari libur pun tiba, saya mengajak anak-anak dan istri saya pergi tempat wisata pemandian air panas yang tidak jauh dari rumah. Hanya 15menit kami sudah sampai di tempat itu. Kebetulan di tempat itu sedang ada acara Atraksi Adu Domba Garut. Lomba itu pun diikuti oleh peternak-peternak domba se-Garut. Acara ini memang di adakan satu tahun sekali, kini giliran kampung saya yang menjadi tuan rumahnya. Hadiah yang didapat berupa sepeda motor, mobil dan uang puluhan juta. Ajang adu domba itu juga diselingi oleh atraksi pencak silat juga musik tradisional.
Istri dan anak-anak saya pun sangat menikmati tempat itu, mereka sangat asyik bermain air. Saya pun tidak ikut berenang bersama anak dan istri saya. Saya hanya menunggu sembari memerhatikan mereka dari saung yang tidak jauh dari tempat pemandian. Saat saya sedang asyiknya memperhatikan mereka. Tiba-tiba ada seorang bapak yang nampaknya sedang menunggu anaknya “punteun kang, tiasa pun abdi calik di dieu?”. “mangga,mangga” jawab saya. Kami pun berbicara banyak, ternyata bapak ini seorang penampung bahan kulit yang belum diolah, ia biasa mengirimkan kulit-kulit ke berbagai industri rumahan yang berada di Garut. Entah apa yang saya pikirkan saat itu, saya tiba-tiba meminta alamat dan nomor telepon bapak ini. Bapak Junaedi namanya..
Matahari pun mulai meninggi, Kami memutuskan untuk pulang . Sampai di rumah, saya pun beristirahat sejenak menunggu istri yang sedang menyiapkan makan seadanya... Makanan telah habis di santap oleh kami. Mungkin karena kelelahan anak-anak pun langsung tertidur pulas. Tetapi rasanya saya tidak bisa tidur siang ini, saya hanya bercengkrama membicarakan tentang bagaimana kehidupan kami. Saya pun menceritakan tentang bapak Junaedi. Entah apa yang ada dalam pikiran istri saya, ia tiba-tiba berkata “ kumaha upami urang muka usaha karajinan tina kulit ?”. Saya pun terengah kaget dan saya langsung melihat uang tabungan yang sudah kami kumpulkan dari  awal kami bekerja. Dan istri saya menyuruh saya untuk menelpon bapak junaedi untuk menanyakan harga kulit perKaki atau sekitar 30cm. Berbagai macam-macam harga kulit sesuai dengan kualitasnya. Alhamdulillah uang yang kami kumpulkan sudah cukup untuk modal awal. Walaupun kami belum bisa membeli kulit berkualitas paling bagus. Esok pagi, saya akan bertemu dengan pak Junaedi untuk membicarakannya lebih lanjut...
Namun bagaimana dengan pekerjaan saya, pastilah saya merasa tidak enak kepada Mang Aceng, bos saya. Ia sudah cukup baik kepada keluarga saya. Mungkin Sebaiknya akan saya bicarakan kepadanya. Esok setelah saya bertemu dengan pak Junaedi, saya akan menemui Mang Aceng di rumahnya.
Waktu terus berputar. Hari pun telah berganti. Saya segera bersiap-siap. Karena saya sudah punya janji dengan pak Junaedi. Kami akan bertemu di alun-alun kota Garut. Sampailah saya di alun-alun, cukup lama saya menunggu pak Junaedi datang. Saat ia datang, ia langsung mengajak saya untuk ke Rumahnya, melihat bahan kulit yang belum diolah. Ternyata cukup banyak dan bermacam-macam harganya. Pertemuan kami pun selesai, saya akan menghubungi pak Junaedi lagi nanti. Saya akan membicarakannya dahulu kepada istri saya.
Saya pun kembali pulang kerumah, tapi saya berhenti dulu di sebuah tempat yang cukup menarik untuk saya kunjungi. Ya saya melihat berbagai sarung tangan untuk pengendara motor yang terbuat dari bahan kulit. Saya pun membeli satu pasang untuk kemudian saya jadikan contoh. Saya pun melanjutkan perjalanan pulang. Saya akan mampir dulu di rumah Mang Aceng. Saya akan membicarakannya dengan beliau. Entah mungkin beliau akan marah. Akhirnya saya pun sampai di rumah Mang Aceng. “Assalamualaikum” saya pun masuk ke Rumah Mang Aceng. Mang Aceng pun Terheran “aya naon jang?”, emm.. Saya pun merasa gugup “ieu mang, abdi nyuhunkuen hampura. Abdi bade ngabuka usaha nyalira”.”usaha naon?” Jawab mang Aceng. Saya pun langsung berkata “abdi bade buka usaha rumahan tina bahan kulit”. “sae, abdi bade ngantos ngirimkeun mesin jait” jawab Mang Aceng sambil tersenyum menatap saya. Ahh ternyata Mang Aceng tidak marah sedikit pun, ia malah akan membantuku, ia sangat mendukung niatku. Malah ia akan memberikan aku satu mesin jahit. Aku pun sangat bersyukur  dan berterimakasih sekali kepada Mang Aceng. Aku fikir dia akan marah denganku, malah ia memberiku masukan-masukan untuk memulai usaha. Saya pun segera pamit.” Mang, abdi bade uwih heula, hatur nuhun nyah mang. assalamualaikum”.
Sesampai di Rumah, saya langsung membicarakannya kepada istri. Istri saya pun sangat bersyukur “alhamdulillah” saat saya bilang Mang Aceng akan memberikan satu mesin jahitnya kepada kami. Dan kami pun segera merapihkan rumah kami, dan membagi menjadi dua bagian, walaupun ruang tidur kami semakin menyempit, tapi inilah.. Kami tidak punya lahan lagi. Kami hanya bisa memaanfaatkan tempat yang ada.
Hari-hari terus berlalu. Saya pun sudah memulai usaha itu. Saya mengolah bahan kulit itu menjadi sarung tangan untuk pengendara motor. Saya hanya mengerjakanya seorang diri. Istri saya sedang sibuk membantu kakaknya membuat dodol dengan inovasi baru, ia membuat coklat yang berisi dodol. Ya bisa disebut cokodol..
Saya mencoba membuat sarung tangan tidak terlalu banyak. Dan mencoba memasarkannya secara berkeliling, memasuki toko-toko. Ternyata tidak semudah yang saya bayangkan itu semua sangat sulit. Namun saya tak pernah putus asa. Saya pun menghubungi teman saya yang berada di luar daerah untuk membantu memasarkannya. Ya syukurlah ada teman saya yang menyanggupi dan saya akan mengirimnya lewat jasa pos. Saya akan mengirim barang tersebut ke teman saya yang berada di Jakarta. Karena ia juga membuka toko aksesoris sepeda motor yang sudah lumayan besar dan terkenal. Saya pun terus mencoba membuat lebih banyak.
Beberapa hari kemudian teman saya dari Jakarta menelpon, dan ia bilang tak satu pun barang buatan saya yang terjual. Banyak pembeli yang mengeluh tentang model sarung tangan buatan saya. Hal ini membuat saya lemas dan hampir putus asa, namun untunglah saya mempunyai istri dan anak-anak yang selalu mendukung saya. Lambat laun rasa putus asa pun hilang, dan kini timbul ide-ide dan saran-saran dari teman saya. Saya mencoba menuangkan ide tersebut.
Saya mencoba mengirimkan lagi barang tersebut keteman saya yang berada di Jakarta. Dan saya pun mencoba memasarkannya di toko-toko sekitar Bandung. lagi, lagi, dan lagi saya pun gagal. Sarung tangan buatan saya pun di tolak di berbagai toko-toko. Namun ini membuat saya penasaran dan ingin terus mencoba, karena saya pun tau bahwa kegagalan itu adalah awal dari sebuah kesuksesan. Saya pun terus berinovasi dan mengeluarkan ide-ide yang ada dalam fikiran saya. Saya tak pernah lepas dari buku gambar dan meja jahit. Kini saya sudah menghasilkan sesuatu yang baru. Dan saya memasarkan kembali ke toko-toko. Dan Alhamdulillah akhirnya mereka pun menerima dagangan saya, dan akan menjualnya.
Sarung tangan buatan saya pun mulai diterima dikalangan masyarakat. Keuntungan yang saya dapat pun luar bisa. Sekarang saya membutuhkan seseorang untuk membantu saya. Saya pun meminta adik sepupu saya membantu di dalam usaha saya. Saya tidak langsung merasa puas. Kini saya membuat inovasi baru dengan membuat rompi pengaman untuk pengendara motor dan ternyata saya pun membutuhkan banyak orang untuk membantu usaha tersebut. Kini aksesoris untuk pengguna motor buatan saya pun sudah merambat keluar daerah, seperti Bandung, Sumedang, Tasikmalaya, bahkan Jakarta.
Sedang asyiknya saya menjahit, datang seorang pria berkemeja rapih sekali, nampaknya ia seorang juragan dan berasal dari luar daerah. Dan benar saja ia, datang dari Tangerang, ia seorang yang akan memakai jasa saya. Ya ia hanya membawa merk perusahaannya. Dan ia ingin aksesoris yang saya buat di tempelkan merk perusahaannya. Saya pun sangat terkejut dan heran. Akhirnya saya pun menandatangi kontrak dengan perusahaan tersebut. Dan sekarang usaha rumahan saya sudah sangat berbeda dengan dahulu. Ini semua berkat Tuhan dan keluarga saya yang selalu mendukung saya.