Mentari bersinar di sela dua bukit cahayanya merambat, menjamah segala yang di lewatinya dan Kabut masih menutupi pandangan saya. Nama saya Dadang, saya tinggal di daerah Tarogong-Garut. Saya ayah dari dua orang anak dan satu istri. Dila adalah putri pertama saya dan Dani putra kedua saya. Istri saya bernama Laila...
Dila dan dani kini masih sekolah, mereka pandai dan sangat mengerti keadaan orang tuanya, bahkan sering dapat peringkat di kelasnya. Perbedaan umur mereka yang tidak jauh terkadang membuat mereka bertengkar... Istri saya merupakan ibu rumah tangga yang sempurna, ia juga membantu untuk menambah pemasukan dikeluarga, ia bekerja di usaha pembuatan dodol milik kakaknya. Dan saya hanya seorang buruh.
Saya bekerja di usaha rumahan milik tetangga. Yang memproduksi kerajinan yang berasal dari kulit Sapi, Kerbau, dan Domba. Setelah diolah Kulit-kulit itu biasa di buat jacket, sepatu, dan hiasan dinding. Saya bekerja sejak tahun 1997 dengan upah yang pas-pasan. Untunglah saya mempunyai istri yang sangat mengerti keadaan hidup kami. Setelah sekian lama bekerja saya pun mulai mengerti tentang cara membuat kerajinan dari kulit-kulit tersebut bahkan saya sudah mampu menerima pesanan di rumah.
Hari libur pun tiba, saya mengajak anak-anak dan istri saya pergi tempat wisata pemandian air panas yang tidak jauh dari rumah. Hanya 15menit kami sudah sampai di tempat itu. Kebetulan di tempat itu sedang ada acara Atraksi Adu Domba Garut. Lomba itu pun diikuti oleh peternak-peternak domba se-Garut. Acara ini memang di adakan satu tahun sekali, kini giliran kampung saya yang menjadi tuan rumahnya. Hadiah yang didapat berupa sepeda motor, mobil dan uang puluhan juta. Ajang adu domba itu juga diselingi oleh atraksi pencak silat juga musik tradisional.
Istri dan anak-anak saya pun sangat menikmati tempat itu, mereka sangat asyik bermain air. Saya pun tidak ikut berenang bersama anak dan istri saya. Saya hanya menunggu sembari memerhatikan mereka dari saung yang tidak jauh dari tempat pemandian. Saat saya sedang asyiknya memperhatikan mereka. Tiba-tiba ada seorang bapak yang nampaknya sedang menunggu anaknya “punteun kang, tiasa pun abdi calik di dieu?”. “mangga,mangga” jawab saya. Kami pun berbicara banyak, ternyata bapak ini seorang penampung bahan kulit yang belum diolah, ia biasa mengirimkan kulit-kulit ke berbagai industri rumahan yang berada di Garut. Entah apa yang saya pikirkan saat itu, saya tiba-tiba meminta alamat dan nomor telepon bapak ini. Bapak Junaedi namanya..
Matahari pun mulai meninggi, Kami memutuskan untuk pulang . Sampai di rumah, saya pun beristirahat sejenak menunggu istri yang sedang menyiapkan makan seadanya... Makanan telah habis di santap oleh kami. Mungkin karena kelelahan anak-anak pun langsung tertidur pulas. Tetapi rasanya saya tidak bisa tidur siang ini, saya hanya bercengkrama membicarakan tentang bagaimana kehidupan kami. Saya pun menceritakan tentang bapak Junaedi. Entah apa yang ada dalam pikiran istri saya, ia tiba-tiba berkata “ kumaha upami urang muka usaha karajinan tina kulit ?”. Saya pun terengah kaget dan saya langsung melihat uang tabungan yang sudah kami kumpulkan dari awal kami bekerja. Dan istri saya menyuruh saya untuk menelpon bapak junaedi untuk menanyakan harga kulit perKaki atau sekitar 30cm. Berbagai macam-macam harga kulit sesuai dengan kualitasnya. Alhamdulillah uang yang kami kumpulkan sudah cukup untuk modal awal. Walaupun kami belum bisa membeli kulit berkualitas paling bagus. Esok pagi, saya akan bertemu dengan pak Junaedi untuk membicarakannya lebih lanjut...
Namun bagaimana dengan pekerjaan saya, pastilah saya merasa tidak enak kepada Mang Aceng, bos saya. Ia sudah cukup baik kepada keluarga saya. Mungkin Sebaiknya akan saya bicarakan kepadanya. Esok setelah saya bertemu dengan pak Junaedi, saya akan menemui Mang Aceng di rumahnya.
Waktu terus berputar. Hari pun telah berganti. Saya segera bersiap-siap. Karena saya sudah punya janji dengan pak Junaedi. Kami akan bertemu di alun-alun kota Garut. Sampailah saya di alun-alun, cukup lama saya menunggu pak Junaedi datang. Saat ia datang, ia langsung mengajak saya untuk ke Rumahnya, melihat bahan kulit yang belum diolah. Ternyata cukup banyak dan bermacam-macam harganya. Pertemuan kami pun selesai, saya akan menghubungi pak Junaedi lagi nanti. Saya akan membicarakannya dahulu kepada istri saya.
Saya pun kembali pulang kerumah, tapi saya berhenti dulu di sebuah tempat yang cukup menarik untuk saya kunjungi. Ya saya melihat berbagai sarung tangan untuk pengendara motor yang terbuat dari bahan kulit. Saya pun membeli satu pasang untuk kemudian saya jadikan contoh. Saya pun melanjutkan perjalanan pulang. Saya akan mampir dulu di rumah Mang Aceng. Saya akan membicarakannya dengan beliau. Entah mungkin beliau akan marah. Akhirnya saya pun sampai di rumah Mang Aceng. “Assalamualaikum” saya pun masuk ke Rumah Mang Aceng. Mang Aceng pun Terheran “aya naon jang?”, emm.. Saya pun merasa gugup “ieu mang, abdi nyuhunkuen hampura. Abdi bade ngabuka usaha nyalira”.”usaha naon?” Jawab mang Aceng. Saya pun langsung berkata “abdi bade buka usaha rumahan tina bahan kulit”. “sae, abdi bade ngantos ngirimkeun mesin jait” jawab Mang Aceng sambil tersenyum menatap saya. Ahh ternyata Mang Aceng tidak marah sedikit pun, ia malah akan membantuku, ia sangat mendukung niatku. Malah ia akan memberikan aku satu mesin jahit. Aku pun sangat bersyukur dan berterimakasih sekali kepada Mang Aceng. Aku fikir dia akan marah denganku, malah ia memberiku masukan-masukan untuk memulai usaha. Saya pun segera pamit.” Mang, abdi bade uwih heula, hatur nuhun nyah mang. assalamualaikum”.
Sesampai di Rumah, saya langsung membicarakannya kepada istri. Istri saya pun sangat bersyukur “alhamdulillah” saat saya bilang Mang Aceng akan memberikan satu mesin jahitnya kepada kami. Dan kami pun segera merapihkan rumah kami, dan membagi menjadi dua bagian, walaupun ruang tidur kami semakin menyempit, tapi inilah.. Kami tidak punya lahan lagi. Kami hanya bisa memaanfaatkan tempat yang ada.
Hari-hari terus berlalu. Saya pun sudah memulai usaha itu. Saya mengolah bahan kulit itu menjadi sarung tangan untuk pengendara motor. Saya hanya mengerjakanya seorang diri. Istri saya sedang sibuk membantu kakaknya membuat dodol dengan inovasi baru, ia membuat coklat yang berisi dodol. Ya bisa disebut cokodol..
Saya mencoba membuat sarung tangan tidak terlalu banyak. Dan mencoba memasarkannya secara berkeliling, memasuki toko-toko. Ternyata tidak semudah yang saya bayangkan itu semua sangat sulit. Namun saya tak pernah putus asa. Saya pun menghubungi teman saya yang berada di luar daerah untuk membantu memasarkannya. Ya syukurlah ada teman saya yang menyanggupi dan saya akan mengirimnya lewat jasa pos. Saya akan mengirim barang tersebut ke teman saya yang berada di Jakarta. Karena ia juga membuka toko aksesoris sepeda motor yang sudah lumayan besar dan terkenal. Saya pun terus mencoba membuat lebih banyak.
Beberapa hari kemudian teman saya dari Jakarta menelpon, dan ia bilang tak satu pun barang buatan saya yang terjual. Banyak pembeli yang mengeluh tentang model sarung tangan buatan saya. Hal ini membuat saya lemas dan hampir putus asa, namun untunglah saya mempunyai istri dan anak-anak yang selalu mendukung saya. Lambat laun rasa putus asa pun hilang, dan kini timbul ide-ide dan saran-saran dari teman saya. Saya mencoba menuangkan ide tersebut.
Saya mencoba mengirimkan lagi barang tersebut keteman saya yang berada di Jakarta. Dan saya pun mencoba memasarkannya di toko-toko sekitar Bandung. lagi, lagi, dan lagi saya pun gagal. Sarung tangan buatan saya pun di tolak di berbagai toko-toko. Namun ini membuat saya penasaran dan ingin terus mencoba, karena saya pun tau bahwa kegagalan itu adalah awal dari sebuah kesuksesan. Saya pun terus berinovasi dan mengeluarkan ide-ide yang ada dalam fikiran saya. Saya tak pernah lepas dari buku gambar dan meja jahit. Kini saya sudah menghasilkan sesuatu yang baru. Dan saya memasarkan kembali ke toko-toko. Dan Alhamdulillah akhirnya mereka pun menerima dagangan saya, dan akan menjualnya.
Sarung tangan buatan saya pun mulai diterima dikalangan masyarakat. Keuntungan yang saya dapat pun luar bisa. Sekarang saya membutuhkan seseorang untuk membantu saya. Saya pun meminta adik sepupu saya membantu di dalam usaha saya. Saya tidak langsung merasa puas. Kini saya membuat inovasi baru dengan membuat rompi pengaman untuk pengendara motor dan ternyata saya pun membutuhkan banyak orang untuk membantu usaha tersebut. Kini aksesoris untuk pengguna motor buatan saya pun sudah merambat keluar daerah, seperti Bandung, Sumedang, Tasikmalaya, bahkan Jakarta.
Sedang asyiknya saya menjahit, datang seorang pria berkemeja rapih sekali, nampaknya ia seorang juragan dan berasal dari luar daerah. Dan benar saja ia, datang dari Tangerang, ia seorang yang akan memakai jasa saya. Ya ia hanya membawa merk perusahaannya. Dan ia ingin aksesoris yang saya buat di tempelkan merk perusahaannya. Saya pun sangat terkejut dan heran. Akhirnya saya pun menandatangi kontrak dengan perusahaan tersebut. Dan sekarang usaha rumahan saya sudah sangat berbeda dengan dahulu. Ini semua berkat Tuhan dan keluarga saya yang selalu mendukung saya.
0 komentar:
Posting Komentar